Faktur Pajak (38/PMK.04/2010 ; Per-13/PJ/2010)

Seperti diketahui Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, mulai berlaku 01 April 2009. Salah satu hal yang fundamental terdapat perubahan adalah Faktur Pajak. Apabila dibaca pasal-demi pasal maka kita akan menemukan bahwa Ketentuan Pasal 13 ayat (7) tentang Faktur Pajak Sederhana telah dihapus.


Aturan pelaksanaannya pun telah terbit yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.04/2010 tentang Tatacara Pembuatan dan Tatacara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak. Anda dapat mendownloadnya di sini. Aturan pelaksanaannya pun telah terbit yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Per-13/PJ/2010 (dapat di download disini). Hal hal yang patut mendapatkan perhatian tentang Faktur Pajak diantaranya adalah :
  1. Saat pembuatan Faktur Pajak (Pasal 2 PER-13/PJ/2010). 
    • Terdapat hal yang baru yaitu Saat pembuatan Faktur Pajak adalah saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak. Pada aturan terdahulu untuk penyerahan Barang Kena Pajak, Faktur Pajak dibuat paling lambat akhir bulan berikutnya.
    • Tersirat pada pasal 14 bahwa terdapat toleansi 3 bulan untuk menerbitkan Faktur Pajak.
  2. Adanya treatment khusus Pedagang Eceran
    • Syarat kumulatif untuk memenuhi kriteria Pedagang Eceran (Pasal 1 angka 4)
    • Pengecualian Sanksi Pasal 14 ayat (4) apabila Faktur Pajak tidak memuat Identitas Pembeli, nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
  3. Bentuk Faktur Pajak
    • Sepanjang Dokumen memenuhi syarat Faktur Pajak sesuai pasal 13 ayat (5) UU PPN dan pengisiannya sesuai Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini maka dipersamakan dengan Faktur Pajak
  4. Kode Nomor Seri Faktur Pajak
    • Adanya penghapusan kode transaksi 05, mulai 1 April 2010
  5. Istilah Faktur Pajak
    • Hanya dikenal Faktur Pajak, dan Faktur Pajak Gabungan.
    • Ketentuan Faktur Sederhana telah dihapus, dengan menelaah PER-13/PJ/2010 maka perlakuannya adalah seluruh penyerahan dibuat Faktur Pajak dengan nomor berurut, apabila terdapat pembeli yang tidak menyerahkan identitasnya maka kolomnya dikosongi. Sesuai pasal 15 ayat 2 huruf (a) Perdirjend Pajak ini atas 'kekosongan' identitas pembeli dikecualikan dari pengenaan sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP, tetapi bagi pembeli ini adalah Faktur Pajak Cacat yang tidak dapat dikreditkan. (Bukankah hal ini mirip dengan treatment Faktur Pajak Sederhana... hanya saja sekarang penomorannya digabung dengan Faktur Pajak 'Normal' sehingga meningkatkan internal control dokumen dan menurunkan inherent risk dokumen).

Baca Yang Ini Juga :

0 comments:

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Pajak Kami