Damn !!! Uang Gua Dimakan Ditilep Orang Pajak !!!

Mungkin begitulah tanggapan yang ada di masyarakat sekarang berkaitan dengan pemberitaan salah seorang oknum pajak yang bernama Gayus Tambunan. Dan dalam sekejab berbagai kekecewaan yang dulu ada di masyarakat menyeruak keluar, ditambah dengan kemajuan teknologi yang membuat semakin mudahnya untuk mengeluarkan uneg-uneg dan disertai dengan peberitaan yang menurut saya sangat tidak imbang.


Yang disorot hanyalah sekian oknum pegawai pajak. Dan kebetulan sekian oknum tersebut memiliki kekayaan yang sangat janggal apabila dimiliki oleh PNS. Sangat janggal mengingat apabila dihitung dengan pembuktian terbalik.

Tulisan saya ini bermaksud memberikan berbagai klarifikasi tentang berbagai rumor yang berkembang di masyarakat saat ini. Yang saya lihat hanya melihat satu sisi saja tanpa melihat sisi yang lain.

Pertama, Apakah uang yang saya bayar benar-benar dimakan pegawai pajak?

Benar, uang yang anda bayar dimakan oleh pegawai pajak. Tapi dalam bentuk gaji dan tunjangan. Begitu pula PNS dan TNI/Polri. Sebagian gaji kami para PNS, berasal dari pajak yang anda bayarkan. Hal itu telah diatur dalam Undang-undang dan berwujud dalam bentuk APBN/APBD yang disusun oleh pemerintah.

Secara tak langsungpun anda juga telah memakan uang pajak. Bangunan umum, terminal, pelabuhan, jalan, jembatan dan berbagai fasilitas umum yang lainnya dibangun dengan menggunakan dana yang bersumber dari APBN/APBD. Dan sebagian dana tersebut berasal dari pajak.

Begitu pula dengan berbagai pelayanan umum lainnya. Sebagian dibiayai oleh pajak, mengingat porsi pajak dalam APBN adalah lebih dari 70%.

Sementara ada berbagai kalangan yang bahkan membentuk grup penolak bayar pajak, atau ada sebagian dari mahasiswa –yang saya tidak tahu bagaimana kualitas intelektualnya– ada yang berkata “tolak bayar pajak”.

Padahal sebagian besar dari hidupnya ditunjang oleh pajak. Kenapa menolak pajak? Sebuah reaksi berlebihan yang menurut saya sangat tidak cerdas. Harusnya ketika ada reaksi seperti itu, berikanlah solusi. Jangan cuma bereaksi tapi tanpa solusi.

Kedua, Apakah uang yang saya bayar benar-benar (bisa) “Dimakan” oleh pegawai pajak?

Hal ini ada beberapa penjelasan. Mengingat ada hubungannya dengan kasus Gayus Tambunan.

Bisa jadi “iya” dan bisa jadi juga ‘tidak” jawabannya. Relatif. Tergantung dari perbuatannya dan dari mana pemicunya.

Seringkali dalam pemberitaan yang disorot hanyalah oknumnya. Bukan dari mana asal mula peristiwa tersebut. Yang ini adalah sebuah pemberitaan yang tidak imbang. Berikut dari beberapa analisa dan beberapa hal yang berkaitan dengan “pemakanan” uang pajak oleh oknum pajak. Akan saya sampaikan berbagai modus operandi, pelaku serta bagaimana solusinya.

Saya beberkan modus operandi agar anda tahu berbagai macam bentuk awal mula kejahatan, tapi jangan ditiru. Saya hanya angin memberikan sedikit wawasan untuk anda.

Saya akan beberkan pelaku, karena tidak semua pelaku berasal dari oknum pajak, ada beberapa hal yang membuat beberapa orang menjadi pelaku korupsi.

Saya akan beberkan solusi, karena saya tidak ingin hanya memberikan sebuah masalah. Saya ingin menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah.

Adalah sebuah klarifikasi bagi saya yang pertama bagi anda tentang pembayaran pajak. Menurut saya, dari sinilah bermula saya harus memberikan sedikit wawasan tentang bagaimana pekerjaan kami dan tentang arus uang yang saat ini salah kaprah dipahami oleh masyarakat.

Instansi kami adalah instansi yang berhubungan dengan uang. Tapi berhubungan secara tak langsung. Kami bukanlah pemungut yang memungut uang, memegangnya dan mengelolanya. Tugas kami bersifat administratif dan pengawasan serta kepatuhan.

Kami tidak mengutip, memungut, memotong uang pajak. Itu adalah tugas instansi atau entitas yang lainnya. Uang pembayaran pajak langsung disetor lewat bank atau kantor pos. Jika ada pegawai pajak yang memegang uang Wajib Pajak, berarti ada indikasi penyelewengan.

Uang pembayaran pajak di setor lewat bank atau kantor pos dengan melalui tanda bukti pembayaran yang bernama SSP, Surat Setoran Pajak. Dan melalui SSP tersebut dilampirkan dalam SPT, Surat Pemberitahuan untuk dilaporkan di kantor kami.

Jadi, kami tidak memegang uang pajak. Salah besar kalau ada yang menyatakan dan berpendapat bahwa bayar pajak di kantor pajak. Bayar pajak itu di bank atau kantor pos.

Pengelolaan uang pajak bukan dari kami. Kami hanyalah administrator. Bukan pengelola. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerahlah pengelola sebenarnya dari uang pajak yang anda bayarkan. Pengawasan dari anda sangat diperlukan dalam mengontrol kinerja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Berarti jelas tentang masalah uang. Instansi kami tidak menerima dalam bentuk uang, instansi kami tidak mengelola uang yang anda bayar. Kami adalah administrator atas pembayaran pajak dan pelaporan pajak yang anda lakukan.

Kemudian, menuju pembahasan selanjutnya. Tentang bagaimana penyimpangan itu bermula.

Dalam pembahasan di atas, telah saya jelaskan bahwa apabila prosedur dilakukan dengan benar. Maka tak ada uang anda maupun berbagai manipulasi yang terjadi dalam prosesnya. Namun terkadang dalam realitanya ada berbagai penyimpangan. Dalam hal ini penyimpangan dapat dilakukan oleh pelaku dengan status apapun. Bukan hanya pegawai pajak, namun Wajib pajak dapat juga menjadi pelaku karena berbagai macam hal.

Dalam kasus yang terbaru. Mungkin salah satu pelaku adalah Gayus Tambunan. Saya bilang salah satu pelaku, karena dalam manipulasi pajak tidak mungkin dilakukan oleh satu orang apabila menyangkut uang sebesar itu. Bisa jadi AK sebagai pengusaha juga dapat menjadi pelaku.

Manipulasi pajak dapat dilakukan biasanya karena ada kesepakatan kedua belah pihak. Antara pengusaha dan oknum pajak. Tidak bisa tindakan manipulasi pajak hanya dilakukan oleh oknum pajak. Hal ini karena dalam pelaporan pajak harus ada kesepakatan oleh ke dua belah pihak.

Sebagai logika, tidak mungkin misalnya jika posisi saya sebagai pengusaha membiarkan laporan keuangan saya diutak-utik tanpa sepengatahuan saya dong. Ini adalah logika umum. Logika yang wajar. Masa’ sebagai pengusaha tidak sensitif dalam masalah uang?

Dalam kesepakatan ini, dapat bermula dari salah satu pihak atau mungkin “tahu sama tahu” antara kedua belah pihak.

Dalam “inisiatif” salah satu pihak, bisa jadi dari pengusaha yang meminta untuk “menggoreng” laporan keuangan oleh oknum pajak atau bisa jadi oknum pajak melihat celah untuk mengais rezeki dengan tidak halal dari laporan keuangan yang amburadul. Jadi harus melihat dari mana akar mula masalah, jangan hanya mengkambing hitamkan salah satu oknum tanpa melihat keadaan oknum yang lainnya.

Pencegahannya sangat gampang. Jika anda pengusaha yang taat dan tertib, pembayar pajak yang taat hukum dan merasa dipaksa untuk berbuat yang tidak-tidak oleh oknum pajak. Salah satu solusi yang saya sarankan adalah catat NIP pegawai tersebut, nama dan kantornya dan laporkan ke 500200 kring pajak. Atau laporkan kepada atasan maupun kepala kantor yang bersangkutan. Kalau perlu rekam pembicaraan itu.

Pencatatan nama dan NIP untuk menghindarkan oknum yang bukan pegawai pajak yang mengaku pegawai pajak. Karena dalam realitanya, memang ada oknum yang bukan pegawai pajak mengaku sebagai pegawai pajak yang mampu melancarkan segala urusan perpajakan.

Untuk anda sebagai pengusaha, saran saya tertiblah dalam masalah keuangan. Sesuai dengan perhitungan pajak, membayar dan melaporkan tepat waktu dan imbang laporan keuangannya. Sehingga tak ada celah bagi oknum nakal untuk beraksi. Asal kondisi “dapur” anda bersih dan “wajar”, tak ada yang perlu di takutkan lagi. Karena sekarang pajak adalah instansi yang sedang menerapkan reformasi birokrasi. Jadi segala penyimpangan yang ada dapat dilaporkan secara hukum.

Dalam perkembangannya, tak jarang manipulasi dilakukan oleh pihak eksternal yang bukan oknum pajak.

Dalam kasus yang terbaru dan telah terbuka oleh umum adalah kasus bendaharawan Kabupaten Bireuen yang secara sengaja tidak menyetorkan pajak di tahun 2007 dan 2008. dalam hal ini, manipulasi pajak dilakukan oleh Pengelola Keuangan.

Modus operandinya bisa beragam. Dari manipulasi pembayaran pajak dengan SSP palsu maupun dengan pelaporan SPT yang tidak benar. Bisa juga ada kerjasama dengan oknum pajak.

Solusinya adalah pengawasan oleh Account Representative yang bersangkutan harus tegas. Dan pengawasan dari elemen masyarakat untuk melaporkan segala penyimpangan yang ada. Masyarakat jangan hanya berpangku tangan melihat kejanggalan yang ada. Jangan hanya merasa hal itu adalah tugas dari penegak hukum. Harus ada kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat.

Jangan hanya mengandalkan dan menyandarkan segala masalah kepada penegak hukum saja. Harus ada tindakan yang nyata pula dari masyarakat.

Ada tambahan lagi, segala sistem administrasi yang kami lakukan adalah gratis alias bebas biaya. Kami ga perlu segala uang pelicin, hadiah maupun parcell dari anda. Anda cukup patuh dalam membayar pajak dan pelaporannya secara wajar. Hal itu sudah cukup bagi kami.

Dari berbagai orang yang telah kami temui, rata-rata Wajib Pajak yang jujur dan tertib sangat senang dengan pelayanan yang kami berikan. Hanya oknum nakal yang masih menginginkan kembali menggunakan cara yang tidak benar yang sebal dengan pelayanan kami. Sebab tidak ada kesempatan bagi mereka untuk ngutak-atik segala yang benar.

oleh : Hanung Teguh Martanto
(sebuah argumen kecil ditengah badai media tanpa berimbang)

Baca Yang Ini Juga :

1 comments:

Anonim mengatakan...

Sebagai orang beragama dan berasas Ketuhanan YME, silahkan Anda cari di semua Kitab suci (agama di Indonesia), Apakah ada aturan Tuhan yang menyatakan : BILA TIDAK BAYAR PAJAK BERDOSA DAN ATAU MASUK NERAKA?!?!

Sebenarnya pembayar pajak terbesar adalah perorangan (pribadi) karena ketidak berpihakan peraturan (secara nilai income).
Untuk Pajak Pribadi, jumlah penghasilan langsung di"hantam" pajak barulah sisanya untuk pengeluaran.
Sedangkan Pajak Badan Usaha, penghasilan dipotong pengeluaran barulah "Remah2"nya kena pajak :(
Oknum2 pajak macam Gayus Tambunan inilah yang makin memperparah rasa ketidakadilan. Udah remah2nya masih tidak bayar penuh pula :(
Secara kasat mata, kalau semua korporasi bayar pajak dengan jujur, sebenarnya expansi bisnis jauh lebih lamban :\
Tidak semua orang memiliki penghasilan tetap, adalah sangat merepotkan apabila sudah tidak bekerja masih mengurusi SPT Tahunan.
YANG BENAR ADALAH, NEGARA MENGURUS RAKYATNYA YANG TIDAK PUNYA PEKERJAAN.

Peraturan mencabut NPWP yang explicit pun hanya kalau orang tersebut mati, udah gitu utang Pajaknya masih di kejar2 pula (emangnya biaya pemakaman di tanggung negara?).

Sebenarnya pembiayaan negara seharusnya berasal dari Sumber Daya Alam & Manusianya.

Saya mencontohkan negara2 Arab yang tidak mewajibkan bayar pajak bagi warga negaranya. (Pajak Perorangan, PBB, STNK dan sejenisnya)
Menurut hukum mereka yg wajib itu hanya bayar zakat. Bayar zakatnya pun cuma 2,5% dari penghasilan, MURAH KAN. Makanya rakyat mereka lebih kalem terhadap pemerintah karena mereka tidak di"Perah" oleh negaranya.
Emangnya Indonesia progressive dari 15%, 25% s/d 35%. Wajar dong kalau rakyatnya kritis.

Kebanyakan orang2 Arab banyak yg pendidikannya masih kalah dari orang2 Indonesia, tapi pemikirannya cerdas (pintar=relatif).
Walaupun bangsa Arab tidak "Highly Educated" mereka terbilang pintar karena mampu memperkerjakan orang2 yang jauh lebih pintar.

Kekayaan alam andalan mereka cuma minyak, Indonesia punya lebih banyak variasi. Mulai dari minyak, emas, peternakan & perkebunan dll, seperti yg ada di UUD 45 yaitu Bumi & Air.
Bedanya pemerintah negara2 Arab mengelola sumber daya negara untuk se-banyak2 kemakmuran rakyatnya (lebih makmur rajanya sih).
Padahal Cita2 mulia pendiri negara ini adalah DEMI KEMAKMURAN RAKYAT.

Masalah Indonesia sampai sekarang yaitu Korupsi Sistemik. Kalaupun rakyat diminta partisipasi pelaporan kecurangan pajak, hanya segelintir orang yang mampu melakukannya (tidak semua berlatar pajak/akunting). Berikutnya melapor ke aparat ybs yang birokrasinya rumit pula, contoh di negara maju (kalau Indonesia ingin maju) adalah Pelapor tidak perlu isi Form Laporan, yg isi petugas ybs.
Semua Petinggi Pemerintah beserta jajarannya selalu mengatakan bahwa mereka Pelayan Masyarakat. Setahu saya pelayan itu tidak mempersulit majikan (rakyat).
Mungkin pendekatannya adalah seperti pelayan Restoran, semakin baik (mewah) mereka semakin melayani. Kalau tidak mau jadi pelayan, Jangan Jadi Pelayan, Jadi Bos Aja, JANGAN PAKAI JARGON PELAYAN MASYARAKAT SEGALA.
Rakyat akan menghormati pemerintah kalau memang mereka pantas mendapatkannya.
Semua orang melayani, Bisnis yang sukses itu adalah bisnis yang pelayanannya lebih baik daripada kompetitornya

Jadi daripada memeras rakyat perorangan yang jumlahnya banyak, lebih baik konsentrasi saja pada pajak korporasi sehingga lebih sedikit urusan Dirjen Pajak (mudah2an lebih sedikit potensi korupsinya).

Perkecil nilai pajak perorangan & pajak2 ybs, sehingga rakyat akan maklum terhadap pemerintahnya.

Saya masih bangga menjadi Bangsa Indonesia karena lebih baik dari bangsa2 lainnya tetapi Sedih menjadi Warga Negara Indonesia (T.T)

Posting Komentar

 
 
 
 
Copyright © Pajak Kami